Sunday, April 5, 2020

Toge (Kecambah) sebagai makanan sapihan


Makanan sapihan adalah makanan yang secara khusus diformulasikan untuk bayi berusia 3-9 bulan yang mengalami masa peralihan dari mengonsumsi susu menjadi mengonsumsi makanan padat.
Pada masyarakat tradisional Indonesia, makanan sapihan yang diberikan berupa campuran nasi dan berbagai sayuran seperti bayam dan wortel ataupun ada pula yang hanya menggunakan pisang.

Kelemahan dari makanan sapihan tradisional ini adalah kandungan pati yang banyak terdapat di dalamnya menyebabkan pangan tersebut menjadi bulky atau limbak karena sifat pati yang mudah menyerap air dan mengental saat dipanaskan sehingga menyebabkan bayi yang mengonsumsinya sudah merasa kenyang sebelum lambungnya terisi cukup makanan.

Selain itu, pati yang merupakan makromolekul tidak dapat dipecah secara sempurna oleh enzim pencernaan bayi yang masih sangat terbatas.
Salah satu cara untuk menghasilkan makanan sapihan yang mudah, sehat, dan relatif murah adalah menggunakan tepung kecambah (taoge).
Di dalam kecambah, terdapat kandungan enzim amilase yang tinggi.
Dengan melakukan pengeringan selama 7-8 jam, enzim amilase pada kecambah akan memecah pati yang dikandungnya menjadi molekul sederhana sehingga tepung kecambah yang dihasilkan tidak mengental bila dipanaskan dan tidak bulky.

Tepung kecambah didapatkan dari kecambah kering yang dikuliti, disangrai, digiling, dan disaring.
Makanan sapihan untuk bayi sebaiknya dibuat dari campuran tepung kecambah dari dua jenis bahan, seperti taoge kacang hijau dan sorgum sehingga diperoleh campuran dengan kadar protein 10-15% dan energi yang terkandung di dalamnya 370 kkal/100 gram dengan nilai PER (protein efficiency ratio) sekitar 2,35.

Umumnya bayi memerlukan 16-18 gram protein per hari dan itu bisa didapatkan dengan konsumsi makanan sapihan sebanyak 80-100 gram per hari.
Bila dibandingkan dengan makanan sapihan tradisional, hanya diperlukan 1/3 volume makanan sapihan dari tepung kecambah untuk memenuhi kebutuhan bayi.


Baca : Khasiat Toge